Menilai Pribadi Seseorang



Seringkali kita membicarakan orang yang kita cintai atau hormati atau yang telah berpisah dengan kita. Kita ingat segala kebaikannya dan tidak ketinggalan juga kita membicarakan kelemahannya. 



Perangainya halus, hatinya suci, sikapnya jujur, perkataannya teratur, dan budinya mulia. Kelakuannya baik, mukanya jernih karena ia memandang hidup dengan penuh pengharapan dan tidak pernah putus asa. Apa yang diyakininya, itulah yang dikatakannnya dan apa yang dikatakannya, itulah yang diyakininya. Karena itu, kita mengambil kesimpulan bahwa dia seorang “budiman”. 

Dia cerdas, akalnya tajam, buah pikirannya baik, dan ia pun cepat mengambil kesimpulan, terang otaknya, luas pandangannya, dan jauh tiliknya. Karena itu, kita katakan bahwa ia “cerdas”.

Dia suka bergaul, suka menolong, tidak menyisih dari masyarakat, tidak memikirkan kepentingan diri sendiri atau keluarganya saja, tidak gila pangkat, mengerti kedudukan orang lain, dan merasa dirinya ikut dalam kedudukan itu. Hormat kepada orang tua, kasih kepada yang muda, pandai bergaul, pandai berkawan. Kita gelarilah dia dengan gelar “orang masyarakat”. 

Tubuhnya sehat, mukanya berseri-seri karena kesehatan tubuh dan jiwanya. Pakaiannya bersih karena kebersihan hatinya. Dia gemar olahraga untuk kesehatan tubuh dan dia suka musik untuk kesehatan batin. Kita namai dia orang “sehat”. 

Pemahamannya luas, penyelidikannya dalam, bacaannya banyak. Karena itu, banyak yang diketahuinya sehingga dia tidak merasa canggung dalam pergaulan dengan segala lapisan. Oleh karena ada pengetahuannya dalam suatu hal, dia bertanggung jawab. Kita namai dia orang yang “cerdik pandai”. 

Semuanya, yaitu budi, akal, pergaulan, kesehatan, dan pengetahuan, berkumpul menjadi satu pada satu orang. Kumpulan itulah ynag membentuk suatu “pribadi”. Lemah atau kuat, berlebih atau berkurang dari segala yang disebutkan itu menyebabkan lemah atau kuat, lebih atau kurangnya pribadi. Dialah yang menentukan mutu seseorang. 

Dua puluh ekor kerbau yang sama gemuk, sama kuat, dan sama pula kepandaiannya menarik pedati, tentu harganya tidak jauh berbeda. Akan tetapi, dua puluh manusia yang sama tinggi dan kuat, belum tentu sama “harganya”. Sebab bagi kerbau tubuhnya saja yang berharga. Bagi manusia adalah pribadinya. 

Orang yang berilmu saja walaupun ia sangat ahli dalam suatu bidang belum tentu berharga dan belum tentu memperoleh kekayaan dlam hidup apabila sekiranya bahan pribadinya yang lain tidak lengkap atau tidak kuat, terutama budi dan ahklak. 

Banyak guru, dokter, hakim, insinyur, dan orang yang memiliki banyak koleksi buku serta diplomanya segulung besar, dalam masyarakat dia menjadi mati sebab dia bukan “orang masyarakat”. Hidupnya hanya mementingkan diri sendiri dan diplomanya, hanya untuk mencari harta. Hatinya sudah seperti batu, tidak mempunyai cita-cita selain kesenangan dirinya. Pribadinya tidak kuatkarena ia bergerak bukan karena dorongan jiwa dan akal. Dan kepandaiannya yang banyak sering kali menimbulkan ketakuatan, bukan menimbulkan keberanian utnuk memasuki dan menjalani hidup. 

Jangan disangka bahwa pribadi yang besar dan kuat hanya semata-mat memakai sifat yang terpuji saja. Tidak! Bahkan kebalikannya, bertambah besar pribadi seseorang bertambah jelas letak kelemahan dan kekurangannya. Orang Arab berkata, “idza tammasyai’un badaa naqshuhu”, yang berarti apabila sesuatu telah sempurna, jelaslah kekurangannya. 

Hal itu sangat penting! Jika kita berkawan atau bersahabat dengan orang, harus kita ketahui bahwa sebagai manusia, dia harus mempunyai suatu sisi yang dipenuhi perasaan semata. Hanya orang bodoh  yang dipenuhi perasaan dan sentimen . apabila ia di sayang, ia lupa segala kesalahan dan apabila ia berani, ia pun lupa segala kebajikan. 

Bukan pula hal yang mudah menupas dan menunjukkan arti pribadi. Hal itu termasuk perkara gaib yang hanya dapat ditunjukkan bekasnya, tetapi tidak dapat diraba barangnya. Tidak ada bedanya dengan listrik, aether, dan radio. Pribdai seseorang dapat diketahui setelah melihat perjalanan hidupnya dan rekam jejak usahanya.

Sudah ringkas namanya, jika kita katakan bahwa pribadi itu sebagai berikut.
  1. Kumpulan sifat dan kelebihan diri yang menunjukkan kelebihan seseorang daripada orang lain sehingga ada manusia besar dan manusia kecil. Ada manusia yang sangat berarti hidupnya dan ada yang tidak berarti sama sekali. Kedatangannya tidak menggenapkan dan kepergiannya tidak mengganjilkan. 
  2. Kumpulan sifat akal budi, kemauan, cita-cita, dan bentuk tubuh. Hal itu menyebabkan harga kemanusiaan seseorang berbeda dari yang lain.
Tinggi rendahnya pribadi seseorang adalah karena usaha hidupnya, caranya berfikir, tepatnya berhitung, jauhnya memandang, dan kuatnya semangat diri sendiri. Meneropong suatu pribadi tidak boleh terpengaruh oleh rasa sayang dan benci. Seringkali terjadi, baru saja kita bertemu dengan seseorang, lantas kita menyayanginya atau kebalikannya. Padahal, belum patut ada hubungan sayang dan benci dalam perkara itu. Memang, terkadang kita sayang kepadanya karena keikhlasannya, kemuliaan hatinya, kesetiaan dan keberaniannya. Kita membenci karena dia curang, tidak mengenal kejujuran dan kejujurannya pun tidak pernah pula berkenalan dengan dia, bakhil, benalu, penohok kawan, dan penggunting dalam lipatan. Akan tetapi, terkadang juga kita menyayangi seseorang karena orang itu mau kita perkuda untuk kepentingan kita sendiri. Atau, kita membenci bukan karena ia bersalah, hanya karena kita sendiri orang pendengki.

loading...

Subscribe to receive free email updates: